ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
SINDROM STEVENS-JOHNSON
LOGO
Diajukan Sebagai
Salah Satu Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah III
Di Susun Oleh :
DANIZ FIKHRI NIM 2011084
DANIZ FIKHRI NIM 2011084
Pembimbing
Ns. NOVA YUSTISIA. S.Kep
POLTEKKES
PROVINSI BENGKULU
JURUSAN KEPERAWATAN
2011/2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan
kehadiran Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada
kelompok, sehingga kelompok dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini yang
merupakan tugas mata kuliah keperawatan medikal bedah III dengan judul “Asuhan
Keperawatan pada Pasien dengan penyakit Sindrom Stevens-Johnson”.
Kelompok juga sangat menyadari dalam pembuatan makalah
ini masih banyak sekali kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik
dan saran yang sifatnya membangun dari semua pihak akan sangat membantu demi
perbaikan dan penyempurnaan makalah ini. Kelompok juga sangat berharap semoga
makalah ini bermanfaat dan dapat digunakan sebagai suatu acuan untuk pembuatan
makalah berikutnya yang lebih baik.
Bengkulu, 2013
Kelompok
DAFTAR ISI
Halaman Judul..................................................................................................................... i
Kata Pengantar.................................................................................................................... ii
Daftar Isi............................................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang.................................................................................................
1.2.
Tujuan Penulisan..............................................................................................
1.2.1.
Tujuan Umum........................................................................................
1.2.2. Tujuan Khusus.......................................................................................
1.3 Metoda Penulisan...............................................................................................
BABII TUJUAN TEORITIS
2.1. Konsep Dasar Teori..........................................................................................
2.1.1. Pengertian Sindrom Stevens-Johnson....................................................
2.1.2. Anatomi dan Fisiologi...........................................................................
2.1.3. Etiologi..................................................................................................
2.1.4. Patofisiologi...........................................................................................
2.1.5. Manifestasi Klinis..................................................................................
2.1.6. Pemeriksaan penunjang..........................................................................
2.1.7. Penatalaksanaan.....................................................................................
2.1.8. Komplikasi.............................................................................................
2.2. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan...............................................................
2.2.1.
Pengkajian..............................................................................................
2.2.2. Diagnosa Keperawatan...........................................................................
2.2.3. Intervensi................................................................................................
2.2.4.
Implementasi..........................................................................................
2.2.5.
Evaluasi..................................................................................................
BAB III. KASUS
3.1. Pengkajian....................................................................................................................
3.2. Analisa Data.................................................................................................
3.3. Diagnosa Keperawatan.................................................................................
3.4. Intervensi......................................................................................................
3.5 Implementasi..................................................................................................
3.6 Evaluasi..........................................................................................................
BAB IV PENUTUP
4.1. Kesimpulan ...................................................................................................
4.2. Saran..............................................................................................................
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULLUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Sindrom Stevens-Johnson, biasanya
disingkatkan sebagai SJS, adalah reaksi buruk yang sangat gawat terhadap obat.
Efek samping obat ini mempengaruhi kulit, terutama selaput mukosa. Juga ada
versi efek samping ini yang lebih buruk, yang disebut sebagai nekrolisis
epidermis toksik (toxik epidermal necrolysis/TEN). Ada juga versi yang lebih
ringan, disebut sebagai eritema multiforme (EM).
Sindrom Steven-Johnson (SSJ) merupakan suatu kumpulan gejala klinis
erupsi mukokutaneus yang ditandai oleh trias kelainan pada kulit
vesikulobulosa, mukosa orifisium serta mata disertai gejala umum berat.
Sinonimnya antara lain : sindrom de Friessinger-Rendu, eritema eksudativum
multiform mayor, eritema poliform bulosa, sindrom muko-kutaneo-okular,
dermatostomatitis, dll.
Etiologi SSJ suit ditentukan dengan pasti, karena penyebabnya
berbagai faktor, walaupun pada umumnya sering berkaitan dengan respon imun
terhadap obat. Beberapa faktor penyebab timbulnya SSJ diantaranya : infeksi
(virus, jamur, bakteri, parasit), obat (salisilat, sulfa, penisilin, etambutol,
tegretol, tetrasiklin, digitalis, kontraseptif), makanan (coklat), fisik (udara
dingin, sinar matahari, sinar X), lain-lain (penyakit polagen, keganasan,
kehamilan). Patogenesis SSJ sampai saat ini belum jelas walaupun sering
dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas tipe III (reaksi kompleks imun)
yang disebabkan oleh kompleks soluble dari antigen atau metabolitnya dengan antibodi
IgM dan IgG dan reaksi hipersensitivitas lambat (delayed-type hypersensitivity
reactions, tipe IV) adalah reaksi yang dimediasi oleh limfosit T yang spesifik.
Insiden SSJ dan nekrolisis epidermal toksik (NET) dierkirakan
2-3%per juta populasi setiaptahundi Eropa dan Amerika Serikat. Umumnya terdapat
pada dewasa.
Di bagian ini setiap tahun terdapat kira-kira 12 pasien, umumnya
pada dewas. Hal tersebut berhubungan dengan kausaSSJ yang biasannya disebabkan
oleh alergi obat. Pada dewasa imunitas telah berkembang dan belum menurun
seperti pada usia lanjut.
Stevens-Johnson Syndrome (SJS) dan Toxic Epidermal Necrolysis (TEN)
sejak dahulu dianggap sebagai bentuk eritem multiformis yang berat. Baru-baru
ini diajukan bahwa eritema multiformis mayor berbeda dari SJS dan TEN pada
dasar penentuan kriteria klinis.Konsep yang diajukan tersebut adalah untuk
memisahkan spectrum eritem multiformis dari spectrum SJS/TEN. Eritem
multiformis, ditandai oleh lesi target yang umum, terjadi pasca infeksi, sering
rekuren namun morbiditasnya rendah. Sedangkan SJS/TEN ditandai oleh blister
yang luas dan makulopapular, biasanya terjadi karena reaksi yang diinduksi oleh
obat dengan angka morbiditas yang tinggi dan prognosisnya buruk. Dalam konsep
ini, SJS dan TEN kemungkinan sama-sama merupakan proses yang diinduksi obat
yang berbeda dalam derajat keparahannya. Terdapat 3 derajat klasifikasi yang
diajukan :
1. Derajat 1 : erosi mukosa SJS
dan pelepasan epidermis kurang dari 10%
2. Derajat 2 : lepasnya lapisan
epidermis antara 10-30%
3. Derajat 3 : lepasnya lapisan
epidermis lebih dari 30%
Dari jumlah kejadian diatas dan kondisi penyakit yang memerlukan pendeteksian dan penanganan spesifik, penulis tertarik untuk menulis makalah “ Asuhan Keperawatan sindrom steven johnson”.
1.2. Tujuan Penulisan
1.2.1. Tujuan Umum:
Mahasiswa
dapat mengetahui Asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami Sindrom Stevens-Johnson.
1.2.2. Tujuan Khusus:
a. Mahasiswa Mampu menjelaskan konsep teori Sindrom Stevens-Johnson
b.
Mahasiswa Mampu melakukan
pengkajian pada pasien dengan penyakit Sindrom Stevens-Johnson
c.
Mahasiswa Mampu merumuskan
diagnose keperawatan.
d.
Mahasiswa Mampu membuat rencana
tindakan asuhan keperawatan pada pasien Sindrom Stevens-Johnson
e.
Mahasiswa Mampu menerapkan
rencana yang akan di susun.
f.
Mahasiswa Mampu menyimpulkan
hasil pelaksanaan asuhan keperawatan
1.3 Metode Penulisan
Dalam penyususnan makalah ini
menggunakan metode study pustaka, dengan cara mengambil referensi dari beberapa
sumber yang ada hubungannya dengan Sindrom Stevens-Johnson.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1.Konsep
Teori Penyakit
2.1.1.
Pengertian
Sindrom Steven Johnson (SSJ) adalah sindrom yang mengenai
kulit, selaput lendir di orifisium dan mata dengan keadaan umum bervariasi dan ringan
sampai berat, kelainan pada kulit berupa eritema, vesikel atau bula dapat
disertai purpura (Djuanda, 2007).
Sindrom Steven Johnson adalah sindrom yang mengenai kulit, selaput lendir diorifisium, dan mata dengan
keadaaan umum bervariasi dengan ringan sampai yanng berat. Kelainan pada kulit
berupa eritema, vesikel/bula, dapat disertai purpura. (Muttaqin arif, 2012)
Stevens-Johnson Syndrome adalah sebuah kondisi
mengancam jiwa yang mempengaruhi kulit
di mana kematian sel menyebabkan epidermis terpisah dari dermis. Sindrom
ini di perkirakan oleh karena reaksi hipersensitivitas yang mempengaruhi kulit
dan membrane mukosa. (NANDA, NIC-NOC)
2.1.2. ANATOMI FISIOLOGI KULIT
GAMBAR PERMUKAAN KULIT
Kulit
adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasi tubuh dari lingkungan luar, kulit tidak bisa
terpisah dari kehidupan manusia yang merupakan organ assensial dan vital, kulit
juga merupakan cermin kesehatan dari kehidupan seseorang. Luas kulit orang
dewasa 1.5 m2 dengan berat kira-kira 15% berat badan. Kulit juga sangat
komplek, elastis dan sensitif,
bervariasi pada keadaaan iklim, umur, seks, ras, dan juga bergantung pada
lokasi tubuh.
Warna
kulit berbeda-beda, dari kulit yang bewarna terang (fair skin), pirang dan
hitam, warna merah muda pada telapak kaki dan tangan bayi,sserta warna hitam
kecoklatan pada genetalia orang dewasa.
Kulit
secara garis besar tersususn atas 3 lapisan utama yaitu :
1.
Lapisan epidermis (kutikel)
2.
Lapisan dermis (korium, kutis
vera, true skin)
3.
Lapisan subkutis (hypodermis)
1.
Lapisan epidermis terdiri dari
:
a.
Stratum korneum (lapisan
tanduk) adalah lapisan kulit yang paling luar dan terdiri atas sel gepeng yang
mati, tidak berinti, dan protoplasmanya berubah menjadi keratin (zat tanduk).
b.
Stratum lusidum terdapat
langsung dibawah lapisan korneum, yang merupakan lapisan sel-sel gepeng tanpa
inti dengan protoplasma yang berubah menjadi protein yang disebut eleidin.
Lapisan ini tampak/nyata pada telapak tangan dan kaki.
c.
Stratum granulosum (lapisan
keratohialin) merupakan 2 atau 3 lapisan sel-sel gepeng dengan sitoplasma
berbutir kasar serta terdapat inti diantaranya dan terdapat jelas pada telapak
tangan dan kaki.
d.
Stratum spinosum (stratum
malphigi) disebut juga picle cell layer (lapisan akanta). Sel stratum spinosum
mengandung banyak glikogen. Stratum balase terdiri dari sel yang berbentuk
kubus (kolumnar) yang tersusun vertical pada pebatasan dermo epidermal seperti
pagar (palisade) dan merupakan lapisan epidermis yang paling bawah, sel basal
ini mengadakan mitosis yang berfungsi refroduktif.
Lapisan ini terdiri dari dua jenis sel
yaitu?
a)
Sel-sel ini berbentuk kolumnar denagn protoplasma
terbentuk inti lonjong dan besar berhubungan satu dengan yang lain oleh jembatan
antar sel.
b)
Sel pembentuk melamin
(melanosit) atau clear sell merupakan sel bewarna muda, dengan sitiplasma
basofilik dan inti gelap yang mengandung butir pigmen (melanosomes).
2.
Lapisan dermis
Lapisan ini tepatnya dibawah epidermis yang
jauh lebih tebal dari pada epidermis dan terdiri atas lapisan elastic dan
fibrosa padat. Secara garis besar elemen seluler dan folikel rambut dibagi dua
yaitu?
a.
Pars papilare adalah bagian
yang menonjol ke epidermis yang berisi ujung serabut saraf dan pembuluh darah.
b.
Pars retikulare adalah bagian
yang dibawahnya menonjol kearah subkutan terdiri dari serabut-serabut
penunjang, misalnya serabut (kolagen, elastin, dan retikulin). Dasar (matriks)
lapisan ini terdiri atas cairan kental, asam hialuronat dan kondroitin sulfat
yang terdapat pula fibroblast.
Serabut kolagen dibentuk oleh fibroblast,
membentuk ikatan (bundel) yang mengandung hidroksiprolin dan hidroksisilin.
Kolagen muda bersifat lentur (dengan bertambah umur menjadi kurang larut
sehingga stabil). Serabut elastin biasanya bergelombang, berbentuk amorf, mudah
mengembang dan lebih elastis.
3.
Lapisan subkutis
Lapisan ini adalah kelanjutan dari dermis
dan terdiri dari jariangan ikat longgar berisi sel-sel lemak didalam nya lapisan
sel sel lemak disebut panikulus adipose yang berfungsi sebagai cadangan
makanan.
Bagian lain yang terdapat pada lapisan
subkutis adalah :
a)
Ujung-ujung saraf tepi
b)
Pembuluh darah
c)
Getah bening
Vaskularisasi dikulit
diatur oleh 2 pleksus yaitu :
a)
Pleksus yang terletak dibagian
atas dermis (pleksus superficial) dan mengadakan anastomosis di papil dermis
b)
Pleksus yang terletak
disubkutis (pleksus profunda) mengadakan anastomosis.
Adneksa kulit
Adneksa kult terdiri dari :
1.Kelenjar – kelenjar
2.Kuku
3.Rambut
1.
Kelenjar kulit terdapat di
lapisan Dermis yang terdiri dari :
a.
Kelenjar Keringat (Glandula
Sudorifera)
ada dua macam kelenjar keringat yaitu :
1)
Kelenjar Ekrin yang kecil-kecil
dan terletak dangkal pada dermis dengan secret yang encer, dan telah terbentuk
sempurna pada 28 minggu kehamilan, berfungsi 40minggu setelah kelahiran
berbentuk spiral dan bermuara langsung di permukaan kulit, terbanyak di telapak
dan kaki.
2)
Kelenjar Apokrin yang lebih
besar, terletak lebih dalam dan sekretnya lebih kental, dipengaruhi oleh saraf
adrenergic, labio minora dan saluran telinga luar.
3)
Fungsi apokrin pada manusia
belum jelas, pada waktu lahir kecil, dan pada pubertas mulai besar dan
mengeluarkan secret keringat yang mengandung air, elektrolit, asam laktat dan
glukosa, pH sekitar 4-6,8.
b.
Kelenjar palit (grandula
sebasea)
Terletak diseluruh permukaan kulit kecuali
di telapak kaki dan kaki. Kelenjar palit disebut juga kelenjar holokrin karena
tidak berlumen dan secret kelenjar ini berasal dari dekomposisi sel-sel
kelenjar.
Kelenjar palit terdapat disampaing akar
rambut (folikel rambut). Sebelum mengandung trigleserida, asam lemak bebas,
skualen, wax ester, dan kolestrol. Sekresi dipengaruhi oleh hormon hedrogen,
dan berfungsi aktif pada usia pubertas.
2.
Kuku
Kuku adalah lapisan terminal lapisan tanduk
(stratum korneum) yang menebal.
Bagian-bagian dari kuku adalah :
a.
Nail vood (akar kuku) terbenam
dalam kulit.
b.
Badan kuku bagian yang terbuka
di atas jaringan lunak kulit
c.
Ujung kuku bagian yang bebas
(pertumbuhannya lebih kurang 1 mm/minggu)
d.
Nail grove (sisi kuku) bagian
yang agak cekung membentuk alur kuku.
e.
Epinilium (kulit tipis) bagian
proksimal yang menutupi kuku
f.
Hiponiklum kulit yang ditutupi
bagian kulit.
3.
Rambut
Rambut adalah suatu pertumbuhan yang keluar
dari kulit dan terdapat diseluruh tubuh, kecuali pada telapak tangan dan kaki.
Bagian yang terbenam dalam kulit disebut akar rambut, bagian yang berada diluar
kulit disebut batang rambut. Dua (2) macam tife rambut yaitu :
a.
Rambut lanugo yang merupakan
rambut halus tidak mengandung pigmen dan terdapat pada bayi
b.
Rambut terminal yaitu rambut
yang lebih kasar dengan banyak pigmen, mempunyai medulla dan terdapat pada
orang dewasa.
Fungsi kulit
Fungsi kulit utama yaitu :
a.
Proteksi
b.
Absorbs
c.
Ekskresi
d.
Persepsi
e.
Pengaturan suhu tubuh
(termoregulator)
f.
Pembentukan pigmen
g.
Pembentukan vitamin D
h.
Keratinisasi
1.
Fungsi proteksi adalah menjaga
bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisi atau meknis.
a.
Gangguan fisis missal nya :
- tekanan
- gesekan
- tarikan
b. gangguan kimiawi missal nya zat-zat kimia
terutama yang bersifat iritan.
Contohnya : lisol,
karbol, asam, dan alkali kuat lainnya.
- gangguan bersifat panas misalnya : radiasi, sengatan
sinar ultra violet
- gangguan infeksi luar terutama kuman/bakteri maupun
jamur
2.
fungsi absobsi
fungsi absobsi adalah kulit yang sehat dan
tidak budah menyerab air, larutan dan benda padat, tetapi cairan yang mudah
menguap mudah diserap, begitu pula yang larut dalam lemak. Stratum korneum
mampu untuk menyerap air dan mencegah kehilangan air dan mencegah kehilangan
air dan elektrolit yang berlebihan dari bagian internal tubuh.
3.
Fungsi eksresi
4.
Fungsi eksresi adalah
mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna atau sisa metabolisme dalam tubuh
berupa NaCL, Urea, asam urat dan ammonia.
5.
Fungsi persepsi
Fungsi persepsi adalah fungsi terhadap ransangan
panas yang diperankan oleh badan-ruffini di dermis dan subkutis.
6.
Fungsi pengaturan suhu tubuh
(termoregulasi)
Pengaturan suhu tubuh adalah peran kulit
untuk mengeluarkan keringat dan mengerutkan otot (kontraksi oto) pembuluh darah
kulit.
7.
Fungsi pembentukan pigmen
Fungsi pembentukan pigmen yang terletak
dilapisan basal ini bersal dari rigi saraf (melanosif) dan peran untuk
menentukan warna kulit, ras maupun individu
8.
Fungsi penbentukan vitamin D
Fungsi penbentukan vitamin D yang dapat
mengubah 7 dihidrogsi kolestrol dengan bantuan sinar matahari, kebutuhan
vitamin tidak cukup dengan sinar matahari sehingga vitamin D dapat diperlukan
dengan pemberian system vitamin D sistemik.
9.
Fungsi keratinisasi
Fungsi keratinisasi yang terdapat pada
epidermis dewasa yang mempunyai tiga (3) jenis sel utama yaitu :
1)
Keratinosis dimulai dari sel
basah yang mengadakan pembelahan sehingga terjadi perubahan bentuk menjadi sel
spinosum makin ke atas sel granulosum
2)
Sel langerhans
3)
Sel melanosit
2.1.3. ETIOLOGI
Penyeban utama adalah alergi obat, lebih dari
50%.sebagian kecil karena infeksi, vaksinas, penyakit graft-versus-host,
neoplasma, dan radiasi.
Pada penelitian adhi djuanda selaama 5
tahun(1998-2002) SSJ yang diduga alergi obat tersering ialah analgetik/antipiretik
(45%), disusul karbamazepin (20%), dan jamu (13,3%). Sebagian besar jamu
dibubuhi obat. Kausa yang lain amoksisilin, kotrimokssasol, dilantin,
klorokuin, seftriakson, dan adiktif.
1.1.4.
PATOFISIOLOGI
Patogenesisnya
belum jelas, diperkirakan karena alergi tipe II dan IV. Reaksi tipe III terjadi
akibat terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang membentuk mikropresitipasi
sehingga terjadi aktivitas sistem komplemen. Akibatnya terjadi akumulasi
neutrofil yang kemudian melepepaskan lisozim dan menyebabkan kerusakan pada
jaringan pada organ sasaran. Reaksi tipe IV terjadi akibat limposit T yang
tersensitisasi berkontak kembali dengan antigen yang sama, kemudian limfokin
dilepaskan sehingga terjadi reaksi radang.
WOC sindrom Stevens Johnson
Menurut muttaqin dan sari
Reaksi alergi
tipe III dan IV
|
Terbentuknya
kompleks antigen antibodi
|
Aktivasi
sistem komponen
|
Sensitivitas limposit T
|
Akumulasi
neutropil
|
Peningkatan
Respon Radang
|
Kerusakan
jaringan pada organ sasaran
|
Kerusakan
integritas jaringan
|
Trias
gangguan pada kulit, mukosa, dan mata
|
Respons
lokal: eritema, vesikel dan bula
|
Respons
inflamasi
sistemik
|
Kerusakan
sarap perifer
|
Port
de
infeksi
|
Gangguan
gastrointestinal demam Malaise
|
Kondisi
kerusakan jaringan kulit
|
Nyeri
|
Risiko tinggi infeksi
|
Ketidakseimbangan nutrisi kurang Defisit
perawatan diri
|
Gangguan gambaran diri
Kecemasan
|
Respons
psikologi
|
Gambar 6.5. Patofiologi sindrom Stevens Johnson pada
masalah keperawatan.
2.1.5. TANDA DAN GEJALA
Sindrom ini jarang dijumpai pada usia kurang dari 3
tahun. Keadaan umumnya bervariasi dari ringan sampai berat. Pada yang berat
kesadarannya menurun, penderita dapat soporous sampai koma. Mulainya dari penyakit akut dapat disertai gejala prodromal
berupa demam tinggi, malaise, nyeri kepala, batuk, pilek, dan nyeri
tenggorokan.
Pada sindrom ini terlihat adanya trias kelainan berupa : Kelainan kulit, Kelainan selaput lendir di orifisium dan Kelainan mata.
1.
Kelainan
Kulit
Kelainan kulit terdiri atas eritema, papul,
vesikel, dan bula. Vesikel dan bula kemudian memecah sehingga terjadi erosi
yang luas. Disamping itu dapat juga
disertai purpura.
2. Kelainan Selaput
lender di orifisium
Kelainan di selaput lendir yang sering ialah pada
mukosa mulut (100%), kemudian disusul oleh kelainan di lubang alat genital (50%), sedangkan
dilubang hidung dan anus jarang ditemukan (masing-masing
8% dan 4%).
Kelainan berupa vesikal dan bula yang cepat memecah
hingga menjadi erosi dan ekskoriasi serta krusta kehitaman. Di mukosa mulut juga dapat terbentuk pescudo
membran. Di bibir yang sering tampak adalah krusta berwarna hitam yang tebal.
Kelainan di mukosa dapat juga terdapat di faring, traktus respiratorius bagian
atas dan esophagus. Stomatitis ini dapat menyeababkan penderita sukar/tidak
dapat menelan. Adanya pseudo membran di faring dapat menimbulkan keluhan sukar
bernafas.
3. Kelainan Mata
Kelainan mata, merupakan 80
% diantara semua kasus; yang tersering ialah
konjungtivitis kataralis, selain itu juga dapat
berupa konjungtivitis purulen, perdarahan,
simblefarop, ulkus kornea, iritis dan iridosiklitis.
Disamping trias kelainan tersebut
dapat pula terdapat kelainan lain, misalnya : nefritis dan onikolosis.
2.1.6. PEMERIKSAAN
PENUNJANG
A. Pemeriksaan
Laboratorium :
Ø Tidak ada pemeriksaan labor (selain biopsi) yang
dapat membantu dokter dalam menegakkan diagnosa.
Ø Pemeriksaan darah lengkap (CBC) dapat menunjukkan
kadar sel darah putih yang normal atau leukositosis nonspesifik. Penurunan
tajam kadar sel darah putih dapat mengindikasikan kemungkinan infeksi bakterial
berat.
Ø Pemeriksaan elektrolit
Ø Kultur darah, urine, dan luka
diindikasikan ketika infeksi dicurigai terjadi.
Ø Pemeriksaan bronchoscopy, esophagogastro
duodenoscopy (EGD), dan kolonoskopi dapat dilakukan
B. Imaging Studies
Chest
radiography untuk mengindikasikan adanya pneumonitis
C. Pemeriksaan
histopatologi dan imonohistokimia dapat mendukung ditegakkannya diagnosa.
2.1.7. PENATALAKSANAAN
a.
Kortikosteroid
Bila keadaan umum baik dan lesi tidak menyeluruh cukup
diobati dengan prednisone 30-40 mg sehari. Namun bila keadaan umumnya buruk dan
lesi menyeluruh harus diobati secara tepat dan cepat. Kortikosteroid merupakan
tindakan file-saving dan digunakan deksametason intravena dengan dosis
permulaan 4-6 x 5 mg sehari. Umumnya masa kritis diatasi dalam beberapa hari.
Pasien steven-Johnson berat harus segera dirawat dan diberikan deksametason 6×5
mg intravena. Setelah masa krisis teratasi, keadaan umum membaik, tidak timbul
lesi baru, lesi lama mengalami involusi, dosis diturunkan secara cepat, setiap
hari diturunkan 5 mg. Setelah dosis mencapai 5 mg sehari, deksametason
intravena diganti dengan tablet kortikosteroid, misalnya prednisone yang
diberikan keesokan harinya dengan dosis 20 mg sehari, sehari kemudian
diturunkan lagi menjadi 10 mg kemudian obat tersebut dihentikan. Lama
pengobatan kira-kira 10 hari. Seminggu setelah pemberian kortikosteroid
dilakukan pemeriksaan elektrolit (K, Na dan Cl). Bila ada gangguan harus
diatasi, misalnya bila terjadi hipokalemia diberikan KCL 3 x 500 mg/hari dan
diet rendah garam bila terjadi hipermatremia. Untuk mengatasi efek katabolik
dari kortikosteroid diberikan diet tinggi protein/anabolik seperti nandrolok
dekanoat dan nanadrolon. Fenilpropionat dosis 25-50 mg untuk dewasa (dosis
untuk anak tergantung berat badan).
b.
Antibiotik
Untuk mencegah terjadinya infeksi misalnya
bronkopneumonia yang dapat menyebabkan kematian, dapat diberi antibiotic yang
jarang menyebabkan alergi, berspektrum luas dan bersifat bakteriosidal misalnya
gentamisin dengan dosis 2 x 80 mg.
c.
Infus dan tranfusi darah
Pengaturan keseimbangan cairan/elektrolit dan nutrisi
penting karena pasien sukar atau tidak dapat menelan akibat lesi dimulut dan
tenggorokan serta kesadaran dapat menurun. Untuk itu dapat diberikan infus
misalnya glukosa 5 % dan larutan Darrow. Bila terapi tidak memberi perbaikan
dalam 2-3 hari, maka dapat diberikan transfusi darah sebanyak 300 cc selama 2
hari berturut-turut, terutama pada kasus yang disertai purpura yang luas. Pada
kasus dengan purpura yang luas dapat pula ditambahkan vitamin C 500 mg atau
1000 mg intravena sehari dan hemostatik.
d. Topikal :
Terapi topical untuk lesi di mulut dapat berupa kenalog
in orabase. Untuk lesi di kulit yang erosif dapat diberikan sufratulle atau
krim sulfadiazine perak.
2.1.8. KOMPLIKASI
1.
Bronkopneumonia (16%)
2.
sepsis
3.
kehilangan cairan/darah
4.
gangguan keseimbangan elektrolit
5.
syok
6.
kebutaan gangguan lakrimasi
2.2 KONSEP
DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
2.2.1 Pengkajian
1.
Biodata
a.
Identitas klien meliputi nama,
umur : sering terjadi pada anak-anak di bawah 3 tahun, alamat, tanggal masuk
rumah sakit, tanggal pengkajian, No register, dan diagnosa medis.
b. Identitas orang tua yang terdiri dari :
Nama Ayah dan Ibu, usia, pendidikan, pekerjaan/sumber penghasilan, agama, dan
alamat.
c. Identitas saudara kandung meliputi nama,
usia, jenis kelamin, hubungan dengan klien, dan status kesehatan.
2. Keluhan utama
Keluhan yang dirasakan saat
ini juga, alasan kenapa masuk rumah sakit
3.
Riwayat kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Gejala
awal yang muncul pada anak. Bisa demam tinggi,
malaise, nyeri, batuk, pilek, Kulit eritema,
papul, vesikel, bula yang mudah pecah sehingga terjadi erosi yang luas, sering
didapatkan purpura.
b. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Riwayat kesehatan masa lalu
berkaitan dengan Kemungkinan memakan makanan/minuman yang terkontaminasi,
infeksi obat-obatan.
c.
Riwayat kesehatan keluarga
Berkaitan erat dengan penyakit keturunan dalam keluarga,
misalnya ada anggota keluarga yang pernah menderita penyakit yang sama.
4. Pemberian Sistem
a.
Aktivitas
Gejala: kelelahan, malaise,
kelemahan, ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas biasanya.
Tanda: kelelahan otot.
Peningkatan kebutuhan tidur, soporous
sampai koma.
b.
Sirkulasi
Gejala: palpitasi.
Tanda: takikardi, mur-mur
jantung.
Kulit, membran mukosa pucat,
ruam di seluruh tubuh
Defisit saraf kranial dan/atau
tanda perdarahan cerebral.
c.
Eliminasi
Gejala: nyeri tekan perianal, nyeri.
d.
Integritas
ego
Gejala: perasaan tak
berdaya/tak ada harapan.
Tanda: depresi, menarik diri,
ansietas, takut, marah, mudah terangsang.
Perubahan alam perasaan,
kacau.
e.
Makanan/cairan
Gejala: kehilangan nafsu
makan, anoreksia, mual.
Perubahan rasa/penyimpangan
rasa.
Penurunan berat badan.
f.
Neurosensori
Gejala: kurang/penurunan
koordinasi.
Perubahan alam perasaan,
kacau, disorientasi, ukuran konsisten.
Pusing, kesemutan parastesi.
Tanda: otot mudah terangsang,
aktivitas kejang.
g.
Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala: nyeri orbital, sakit
kepala, nyeri tulang/sendi, nyeri tekan sternal, kram otot.
Tanda: perilaku
berhati-hati/distraksi, gelisah, fokus, pada diri sendiri.
h.
Pernapasan
Gejala: napas pendek dengan
kerja minimal.
Tanda: dispnea, takipnea,
batuk.
Gemericik, ronki.
Penurunan bayi napas.
i.
Keamanan
Gejala: riwayat infeksi saat
ini/dahulu, jatuh..
Gangguan
penglihatan/kerusakan.
Perdarahan spontan tak
terkontrol dengan trauma minimal.
Tanda: demam, infeksi.
Kemerahan, purpura, perdarahan
retinal, perdarahan gusi, atau epistaksis.
Pembesaran nodus limfe, limpa,
atau hati (sehubungan dengan invasi jaringan)
Papil edema dan eksoftalmus.
j.
Seksualitas
Gejala: perubahan libido.
Perubahan aliran menstruasi,
menoragia.
Lipopren.
k.
Penyuluhan/pembelajaran
Gejala: riwayat terpajan pada
kimiawi, mis : benzene, fenilbutazon, dan kloramfenikol(kadar ionisasi radiasi
berlebihan, pengobatan kemoterapi sebelumnya, khususnya agen pengkilat.
Gangguan kromosom, contoh
sindrom down atau anemia franconi aplastik
2.2.2.
Diagnosis Keperawatan
1.
Kerusakan pada integritas kulit b.d. lesi dan reaksi inflamasi lokal
2.
Ketidakseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan b.d. intake tidak adekuat
respons sekunder dari kerusakan krusta pada mukosa mulut.
3.
Risiko tinggi Infeksi b.d. penurunan imunitas, adanya port de entree pada lesi.
4.
Nyeri b.d kerusakan jaringan lunak, erosi jaringan lunak.
5.
Defisit perawatan diri b.d. kelemahan fisik secara umum.
6.
Gangguan gambaran diri (citra diri) b.d. perubahan struktur kulit,
perubahan peran keluarga.
7.
Kecemasan b.d. kondisi penyakit, penurunan kesembuhan.
2.2.3.
Intervensi Keperawatan
Tujuan intervensi keperwatan adalah
peningkatan integritas jaringan kulit, terpenuhinya intake nutrisi harian,
penurunan risiko infeksi, menurunkan stimulus nyeri, mekanisme koping yang
efektif, dan penurunan kecemasan. Untuk risiko infeksi dapat disesuaikan dengan
masalah yang sama pada pasien NET. Pada gangguan gambaran diri (citra diri),
intervensi dapat disesuaikan pada masalah yang sama pada pasien psoariasis.
Sementara itu, intervensi defisit perawatan diri dan kecemasan dapat
disesuaikan pada masalah yang sama pada pasien pemfigus vulgaris.
Gangguan
Integritas kulit b.d. lesi dan reaksi
inflamasi
|
|
Tujuan :
Dalam 5 x 24 jam integritas kulit
membaik secara optimal
Kriteria evaluasi
:
-
Pertumbuhan jaringan membaik dan lesi proarisis berkurang.
|
|
Kaji kerusakan jaringan kulit yang terjadi pada klien
|
Menjadi data dasar untuk memberikan informasi
intervensi perawatan yang akan digunakan.
|
Lakukan tindakan peningkatan integritas jaringan
|
Perawatan lokal kulit merupakan penatalaksanaan
keperawatan yang penting. Jika diperlukan berikan kompres hangat, tetapi
harus dilaksanakan dengan nhati-hati sekali pada daerah yang erosif atau
terkelupas. Lesi oral yang nyeri akan membuat higiene oral dipelihara.
|
Lakukan oral
higiene
|
Tindakan oral higiene perlu dilakukan untuk menjaga
agar mulut selalu bersih. Obat kumur larutan anestesi atau agen gentian
violet dapat digunakan dengan sering untuk membersihkan mulut dari debris,
menmgurangi rasa nyeri pada daerah ulserasi dan mengendalikan bau mulut yang
amis. Rongga mulut harus dicatat, serat dilaporkan. Vaselin (atau salep yang
diresepkan dokter) dioleskan pada bibir.
|
Gambar 6.7
Tindakan oral higiene mengfgunakan gentian violet dapat dilakukan dengan
sering untuk membersihkan mulut dari debris dan untuk mmeningkatkan
integritas mukosa mulut dan menurunkan risiko infeksi pada rongga mulut.
|
Gangguan
integritas kulit b.d. lesi dan reaksi inflamasi
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
Tingkatan asupan
nutrisi
|
Diet TKTP
diperlukan untuk meningkatkan asupan dari kebutuhan pertumbuhan jaringan
|
Evaluasi kerusakan jaringan dan perkembangan
pertumbuhan jaringan
|
Apabila masih belum mencapai dari kreteria evaluasi 5 x
24 jam, maka perlu dikaji ulang faktor-faktor mmenghambat pertumbuhan dan
perbaikan dari lesi
|
Lakukan intervensi untuk mencegah komplikasi
|
Perwatan ditempat khusus untuk mencegah infeksi.
Monitor dan evaluasi adanya tanda dan gejala komplikasi. Pemantauan yang
ketat terhadap tanda-tanda vital dan pencatatan setiap perubahan yang serius
pada fungsi respiratorius, rental, atau gastrointestinal dapat mendeteksi
dengan cepat dimulainya suatu infeksi.
Tindakan asepsis yang mutlak harus selalu dipertahankan
selama pelaksanaan perawatan kulit yang rutin.m encuci tangan dan mengenakan
sarung tangan steril ketika melaksanakan prosedur tersebut diperlukan setiap
saat.
Ketika keadaannya meliputi bagian tubuh yang luas,
pasien harus dirawat dalam sebuah kamar pribadi untuk mencegah kemungkinan
infeksi silang dari pasien-pasien lain.
Para pengunjung harus mengenmakan pakaian pelindung dan
mencuci tangan mereka sebelum menyentuh pasien. Orang-orang yang menderita
penyakit menular tidak boleh mengunjungi pasien sampai mereka sudah tidak
lagi berbahaya bagi kesehatan pasien tersebut.
|
Kolaborasi untuk pemberian kortikosteroid
|
Kolaborasi pemberian glukokorikoid misalnya metil
prednisolon 80 – 120 mg petoral (1,5-2 mg/KgBB/hari)atau pemberian
deksametason injeksi (0,15-0,2 mg/ KgBB/hari).
|
Kolaborasi untuk mpemberian antibiotik
|
Pemberian antibiotik untuk infeksi dengan catatan
menghindari pemberian sulfonamide dan antibiotik yang sering njuga sebagai
penyebab SJS misalnya penisilin, cephalosporin. Sebaiknya antibiotik yang
ndiberikan bertdfasarkan hasil kultur kulit, mukosa, dan sputum. Dapat
dipakai injeksi gentamisin 2 – 3 x 80 mg iv (1-15 mg/KgBB/kali {setiap
pemberian})
|
Ketidakseimbangan
nutrisi, kurang dari kebutuhan b.d. intake tidak adekuat efek sekunder dari
kerusakan krusta pada mulut
|
|
Tujuan dalam
waktu 5 x 24 jam setelah dibersihkan asupan nutrisi pasien terpenuhi.
Kriteria evaluasi
:
-
Pasien dapat mempertahankan status asupan anutrisi yang adekurat.
-
Pernyataan motivasi kuat untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya.
-
Penurunan berat badan selama 5 x 24 jam tidak melebihi dari 0,5 kg
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
Kaji status
nutrisi pasien, turgor kulit, badan dan derajat penurunan berat badan,
integritas mukosa oral, kemampuan menelan, serta riwayat mual/muntah.
|
Memvalidasi dan menetapkan derajat masalah untuk
menetapkan pilihan intervensi yang tepat.
Berat badan pasien ditimbang setiap hari (jika perlu
gunakan timbangan tempat tidur).
Lesi oral dapat mengakibatkan disfagia sehingga
memerlukan pemberian makanan melalui sonde atau terapi nutrisi parenteral total.
Formula enteral atau suplemen enteral yang diprogramkan
diberikan melalui sonde sampai pemberian peroral dapat ditoleransi.
Penghitungan jumlah kalori per hari dan pencatatan
semua intake, serta output yang akurat sangat penting.
|
Ketidakseimbangan
nutrisi, kurang dari kebutuhan b.d. intake tidak adekuat efek sekunder dari
kerusakan krusta pada mulut
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
Evaluasi adanya alergi makanan dan kontraindikasi
makanan.
|
Beberapa pasien mungkin mengalami alergi terhadap
beberapa penyakit lain, seperti diabetes melitus, hipertensi, gout, dan
lainnya yang memberikan manifestasi terhadap persiapan komposisi makanan yang
akan diberikan.
|
Fasilitas pasien memperoleh diet biasa yang disukai
pasien (sesuai indikasi).
|
Memperhitungkan keinginan individu dapat memperbaiki
asupan nutrisi.
|
Lakukan dan ajarkan perawatan mulut sebelum dan sesudah
makan, serta sebelum dan sesudah intervensi / pemeriksaan peroral.
|
Menurunkan rasa tak enak karena sisa makanan atau bau
obat yang dapat merangsang pusat muntah.
|
Fasilitas pasien memperoleh diet sesuai indikasi dan
anjurkan menghindari asupan dari agen iritan.
|
Asupan minuman mengandung kafein dihindari karena
kafein adalah stimulan sistem saraf pusat yang mengikatkan aktivitas lambang
dan sekresi pepsin.
|
Berikan makan dengan perlahan pada lingkungan yang
tenang.
|
Pasien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan tanpa
adanya distraksi / gangguan dari luar.
|
Anjurkan pasien dan keluarga untuk berpartisipasi dalam
pemenuhan nutrisi.
|
Meningkatkan kemandirian dalam pemenuhan asupan nutrisi
sesuai dengan tingkat toleransi individu
|
Gamabr 6.8 Pasien
dan keluarga diajarkan dalam mpemenuhan asupan nutrisi mandiri. Dengan
perlahan asupan nutrisi diberikan sesuai dengan tingkat toleransi.
|
|
Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk menetapkan komposisi dan jenis diet yang tepat.
|
Merencanakan diet dengan kandungan nutrisi yang adekuat
untuk memenuhi peningkatan kebutuhan energi dan kalori sehubungan dengan status
hipermetabolik pasien.
|
Nyeri b.d.
kerusakan jaringan lunak, erosi jaringan lunak
|
|
Tujuan : dalam
waktu 1 x 24 jam nyeri/hilang atau teradaptasi.
Kriteria
evaluasi:
-
Secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat diadaptasi Skala
nyeri 0-1 (0-4). Dapat mengindentifikasi aktivitas yang bmeningkatkan atau
menurunkan nyeri. Pasien tidak gelisah.
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
Kaji nyeri dengan pendekatan PQRST.
|
Menjadi parameter dasar untuk mengetahui sejauh mana
intervensi yang diperlakukan dan sebagai evaluasi keberhasilan dari
intervensi manajemen nyeri keperawatan.
|
Nyeri b.d.
kerusakan jaringan lunak, erosi jaringan lunak
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
Jelaskan dan bantu pasien dengan tindakan pereda nyeri
nonformakologi dan noninvasif
|
Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan
nonfarmakologi lainnya telah menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri.
|
Lakukan manajemen nyeri keperawatan :
·
Atur posisi fisiologi
·
Istirahatkan klien
·
Bila perlu premedikasi sebelum mmelakukan perawatan luka.
·
Manajemen lingkungan : lingkungan tenang dan batasi pengunjung.
·
Ajarkan teknik relaksasi
pernapasan dalam
·
Ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri.
·
Lakukan manajemen sentuhan.
|
Posisi fisiologi akan meningkatkan asupan O2
ke jaringan yang mengalami peradangan. Pengaturan posisi idealnya adalah pada
arah yang berlawanan dengan letak dari lesi. Bagian tubuh yang mengalami
inflamasi lokal dilakukan imobilisasi untuk menurunkan respons peradangan dan
meningkatkan kesembuhan.
Istirahat diperlukan selama pase akut. Kondisi ini akan
meningkatkan suplai darah pada jaringan yang mengalami peradangan.
Kompres yang basah dan sejuk atau terapi rendaman
merupakan tindakan protektif yang dapat mengurangi rasa nyeri. Pasien dengan
lesi yang luas dan nyeri harus mendapatkan premedikasi dahulu dengan preparat
analgesik sebelum perawatan kulitnya mulai dilakukan.
Lingkungan tenang akan menurunkan stimulus nyeri
ekternal dan pembatasan pengunjung akan membantu meningkatkan kondisi O2
ruangan yang akan berkurang apabila banyak pengunjungyang berbeda di
ruangan.
Meningkatkan asupan O2 sehingga akan
menurunkan nyeri sekunder dari peradangan.
Distraksi (pengalihan perhatian) dapat menurunkan
stimulus internal dengan mekanisme peningkatan produksi endorfin dan
enkefalin yang dapat memblok reseptor nyeri untuk tidak dikirimkan ke korteks
serebri sehingga menurunkan persepsi nyeri.
Manajemen sentuhan pada saat nyeri berupa sentuhan
dukungan psikologis dapat membantu menurunkan nyeri.
Manajemen sentuhan pada saat nyeri berupa sentuhan
dukungan psikologis dapat membantu menurunkan nyeri. Masase ringan dapat
meningkatkan aliran darah dan dengan otomatis membantu suplai darah dan
oksigen ke area nyeri dan menurunkan sensai nyeri.
|
Kolaborasi dengan dokter, pemberian analgetik.
|
Analgetik memblok
lintasan nyeri sehingga nyeri akan berkurang.
|
2.2.4. Implementasi
keperawatan
Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan
mencapai tujuan spesifik. Implementasi dilakukan pada klien dengan sindrom
steven jhonson, Tindakan yang dilaksanakan sesuai dengan intervensi yang telah
dilakukan sebelumnya. Dalam tindakan ini diperlukan kerja sama antara perawat
sebagai pelaksana asuhan keperawatan, tim kesehatan, klien dan kluarga agar
asuhan keperawatan yang diberikan bisa berkesinambungan sehingga klien dan
keluarga dapat menjadi mandiri.
2.2.5. Evaluasi
Evaluasi adalah bagian
terakhir dari proses keperawatan. Evaluasi adalah penilaian dari perubahan
keadaan yang dirasakan klien sehubungan dengan pencapaian tujuan atau hasil
yang diharapkan. Tahap ini merupakan kunci dari keberhasilan dalam melaksanakan
proses keperawatan, dari hasil evalusi ini merupakan kemungkinan yang akan
terjadi untuk menentukan asuhan keperawatan selanjutnya. Meskipun evaluasi
merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan tetapi tidak berhenti sampai
disini, jika maslah belum teratasi atau timbul masalah baru maka tindakan perlu
dilanjutkan atau dimodifikasi kembali.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Sistem imunitas atau Pertahanan dalam tubuh manusia
yang berfungsi melindungi tubuh manusia dari masuknya infeksi baik itu virus,
bakteri, protozoa maupun penyakit. Apabila pertahanan tubuh manusia tidak dapat
mengenali antigen yang masuk kedalam tubuh maka akan meyebabkan penyakit sistem
imun dan hematologi seperti salah satunya Syndrom Steven Johnson atau yang
biasanya disebut dengan penyakit kulit yang sangat parah atau akut berat.
Penyakit ini disebabkan oleh adanya reaksi hipersensitivitas terhadap obat,
infeksi virus, bakteri, radiasi, makanan dan sebagainya. Apabila mengalami
penyakit ini maka akan mengalami tanda dan gejala seperti adanya eritema,
vesikel, bula, selaput lendir orifisium, dan kelainan pada mata. Sedangkan
penatalaksanaan yang dapat dilakukan adalah dengan tiga (3) cara yaitu dengan
penatalaksanaan umum, khusus sistemik dan topikal.
Sindrom Steven-Johnson (SSJ) merupakan suatu
kumpulan gejala klinis erupsi mukokutaneus yang ditandai oleh trias kelainan
pada kulit vesikulobulosa, mukosa orifisium serta mata disertai gejala umum
berat
Sindrom Stevens-Johnson pertama
diketahui pada 1922 oleh dua dokter, dr. Stevens dan dr.
Johnson, pada dua pasien anak laki-laki. Namun dokter tersebut tidak dapat
menentukan penyebabnya.
4.2. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penyusun mengambil saran dalam rangka
meningkatkan pelayanan asuhan keperawatan. Adapun saran-saran adalah sebagai
berikut :
1. Pasien
Apabila sudah mengetahui dan
memahami gejala dari penyakit steven johnson hendaknya segera membawa pasien
kerumah sakit agar dapat dilakukan tindakan keperawatan.
2. Perawat
Bagi seorang perawat sebaiknya harus
memahami dan mengerti baik secara teoritis maupun praktek tentang penyakit
steven johnson agar dapat melakukan tindakan keperawatan.
3. Rumah Sakit
Bagi rumah sakit hendaknya
melengkapi fasilitas rumah sakit sehingga pada penderita steven johnson
mendapatkan ruangan dan fasilitas medis yang seharusnya ada sehingga dapat
melakukan tindakan keperawatan untuk mengurangi dari gejala dan komplikasi
penyakit steven johnson.
DAFTAR PUSTAKA
Adhi, Djuanda. 2007. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Fakultas
kedokteran universitas Indonesia. Jakarta.
Muttaqin, Arif. 2012. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Integumen.
Jakarta. Salemba Medika.
Aplikasi Asuhan Keperwatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA
NIC-NOC. 2013. Panduan penyusunan Asuhan Keperawatan Profesional.
Hetharia, Rospa. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Integumen.