ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HIPERBILIRUBIN
DI RUANG PERINATOLOGI RSUD Dr M DJAMIL PADANG
TAHUN 2015
DI RUANG PERINATOLOGI RSUD Dr M DJAMIL PADANG
TAHUN 2015
DANIZ FIKHRI
NIM 14122211
PROGRAM STUDI S1
KEPERAWATAN
STIKes
MERCUBAKTIJAYA PADANG
KATA
PENGANTAR
Syukur
alhamdulillah penulis ucapkan Kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat, hidayah, serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Studi Kasus yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada
Pasien Dengan Hiperbilirubin
Di Ruang
Perinatologi RSUD. Pariaman
Tahun 2015” dengan baik. Shalawat dan salam penulis
mohonkan kepada Allah SWT untuk disampaikan kepada nabi Muhammad SAW yang telah memberikan suri tauladan bagi
manusia untuk keselamatan di dunia dan akhirat.
Dalam
menyelesaikan Studi
Kasus ini penulis banyak
mendapatkan masukan, bantuan, dukungan, bimbingan dan arahan dari berbagai
pihak, untuk itu dengan segala kerendahan hati dan penuh penghargaan penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibuk Ns.Hidayatul
Hasni, S.Kep selaku pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu dan
memberikan arahan serta masukan untuk penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan Asuhan keperawatan ini.
2. Bapak
Ns. Zulham Efendi,M.kep Ketua Prodi S1 Keperawatan STIKes MERCUBAKTIJAYA Padang.
3. Ibu
Hj. Elmiyasna K, S.Kp.MM, Ketua STIKes MERCUBAKTIJAYA Padang.
4. Bapak Jasmarizal S.kp. M Mars, selaku Ketua Yayasan STIkes
MERCUBAKTIJAYA Padang.
5. Bapak
dan Ibu dosen yang telah banyak memberikan ilmu yang sangat bermanfaat bagi
penulis.
Kepada
Allah SWT, peneliti mohon do’a semoga segala bantuan dan partisipasi dari
berbagai pihak mendapat balasan yang berlipat ganda. Amin Ya Rabbal’alamin.
Akhir
kata semoga askep ini lebih sempurna, dapat diterima dan
bermanfaat bagi kita semua.
Padang, Mei 2015
Penulis
DAFTAR
ISI
LEMBARAN PERSETUJUAN
KATA PENGANTAR ……………………………………………………………i
DAFTAR ISI …………………………………………………………………….iii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang ...................................................................................1
B.
Tujuan..................…………………………………………………...3
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A.
Konsep dasar
1.
Pengertian………………………………………………………...5
2. Etiologi…………………………………………………………...6
3. Anatomi Fisiologi ………………………………………………...7
4. Patofisiologi dan WOC…………………………………………..9
5. Manifestasi
Klinis……………………………………………….10
6.
Klasifikasi……………………………………………………….11
7. Penatalaksanaan…………………………………………………12
8.
Komplikasi………………………………………………………13
9. Pemeriksaan
Diagnostik………………………………………...13
BAB
III ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
1. Pengkajian………...….…..………………………………..........16
2. Diagnosa Keperawatan …………………………………………18
3. Intervensi Keperawatan ...............................................................19
4. Implementasi dan
Evaluasi……………………………………..22
BAB
V PENUTUP
A.Kesimpulan…………………………………………………….39
B.
Saran…………………………………………………………..40
DAFTAR PUSTAK
BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Angka kematian bayi (AKB) dapat didefinisikan
sebagai banyaknya yang meninggal sebelum usia 1 tahun yang dinyatakan dalam
1.000 kelahiran hidup pada tahun yang sama. AKB merupakan indikator yang
biasanya digunakan untuk menentukan derajat kesehatan masyarakat (SDKI, 2011).
Banyak faktor yang dikaitkan dengan
kematian bayi, dilihat dari sisi penyebabnya kematian bayi ada dua macam yaitu
endogen dan eksogen. Faktor yang dapat dikaitkan dengan kematian bayi endogen
dan eksogen adalah kematian endogen atau yang umum disebut kematian neonatal
adalah kematian bayi yang terjadi pada bulan pertama setelah dilahirkan, dan
umumnya disebabkan oleh faktor-faktor yang dibawa sejak lahir yang diperoleh
dari orang tuanya pada saat konsepsi atau didapat selama kehamilan. Sedangkan
kematian eksogen atau kematian postnatal adalah kematian bayi yang terjadi
setelah usia 1 bulan sampai menjelang usia 1 tahun yang disebabkan
faktor-faktor yang bertalian dengan pengaruh lingkungan luar akibat dari
kurangnya pengetahuan orang tua dalam merawat bayinya (Depkes, 2007).
Menurut WHO 2009 angka kematian bayi di
Negara tetangga tahun 2007 seperti singapura 3% per 1.000 kelahiran hidup,
Malaysia 6,5% per 1.000 kelahiran hidup, Thailand 17% per 1.000 kelahiran
hidup, Vietnam 18% per 1.000 kelahiran hidup dan philipina 26% per 1.000
kelahiran hidup sedangkan angka kematian bayi di Indonesia cukup tinggi yakni
46,5% per 1.000 kelahiran hidup (Depkes, 2011).
Ikterus merupakan salah satu fenomena
yang sering ditemukan pada bayi baru lahir, kejadian ikterus pada bayi baru
lahir berkisar antara 25-50% pada bayi cukup bulan 80% pada bayi kurang bulan.
Ikterus ini pada sebagian penderita dapat bersifat fisiologis dan sebagian
bersifat patologis (hiperbilirubinemia) yang dapat menimbulkan dampak yang
buruk (SDKI, 2011). Dampak buruk yang diderita bayi seperti : kulit berwarna
kuning sampai jingga, klien tampak lemah, urine menjadi berwarna gelap sampai
berwarna coklat dan apabila penyakit ini tidak ditangani dengan segera maka
akan menimbulkan dampak yang lebih buruk lagi yaitu kernicterus (kerusakan pada
otak) yang ditandai dengan bayi tidak mau menghisap, letargi, gerakan tidak
menentu, kejang, tonus otot kaku, leher kaku (Suriadi, 2006).
Peran perawat dalam keperawatan ini
sebagai innovator, fasilitator dan pendidik dan sebagai pemberi pelayanan
kesehatan yang sangat dibutuhkan dalam melakukan asuhan keperawatan kepada
klien secara menyeluruh baik biologis, psikologis, social, budaya dan spiritual
yang meliputi beberapa aspek antara lain aspek promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif. Dari aspek promotif adalah dimana perawat berperan sebagai
promotor kesehatan yang perlu memberikan informasi ataupun pendidikan kesehatan
tentang pentingnya hidup sehat dan melakukan pemeriksaan kandungan secara
rutin. Perawat sebagai aspek preventif adalah menganjurkan kepada ibu hamil
untuk berhati-hati terhadap penggunaan obat-obatan dan pemenuhan gizi yang baik
untuk bayi. Aspek kuratif perawat berkolaborasi dalam pemberian terapi
(fototherapi,transfuse pengganti, infus albumin dan therapy obat). Peran perawat
sebagai rehabilitatif adalah perawat mengembalikan kondisi klien setelah
mengalami penurunan kadar bilirubin dan menginformasikan kepada ibu
Peran perawat sangatlah penting pada
kasus ini. Peran perawat sangat berguna untuk memberikan asuhan keperawatan dan
kode etik dalam menangani pasien dengan diagnosa hiperbilirubin. Pada
kenyataannya kita lihat dilapangan banyak pasien hiperbilirubin yang pemberian
asuhan keperawatan yang kurang maksimal, contohnya pada fototerapi, seharusnya mempunyai
kontrol atau pengawasan, tetapi banyak perawat yang lalai dalam hal tersebut. Pada
saat pengkajian ditemukan tiga dari sepuluh bayi yang di rawat inap
perinatology dengan diagnosa ikterus neonatum, dimana ketiga bayi tersebut
sedang di fototerapi.
- Tujuan Penulisan
1.
Tujuan Umum
Agar mahasiswa mampu menerapkan asuhan
keperawatan pada pasien dengan hiperbilirubin di instalasi rawat inap
perinatology di RSUD Pariaman.
2.
Tujuan Khusus
a.
Mampu memahami kasus hiperbilirubin di
instalasi rawat inap perinatology di RSUD Pariaman.
b.
Mampu menganalisa dan menegakan diagnosa
keperawatan pada pasien dengan hiperbilirubin di instalasi rawat inap
perinatology di RSUD Pariaman.
c.
Mampu menyusun rencana keperawatan pada
pasien dengan hiperbilirubin di instalasi rawat inap perinatology di RSUD
Pariaman.
d.
Mampu melaksanakan rencana keperawatan
yang telah disusun sesuai dengan rencana keperawatan pada pasien dengan
hiperbilirubin di instalasi rawat inap perinatology di RSUD Pariaman.
e.
Mampu melakukan evaluasi terhadap asuhan
keperawatan yang telah dilaksanakan pada pasien dengan hiperbilirubin di
instalasi rawat inap perinatology di RSUD Pariaman.
f.
Mampu melakukan pendokumentasian asuhan
keperawatan pada pasien dengan hiperbilirubin.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
- Konsep Dasar
1. Pengertian
Hiperbilirubin adalah warna kuning pada
bayi yang ditandai pada kulit, mukosa akibat akumulasi bilirubin dan diberi
istilah jaundice atau ikterus (Bobak, 2004).
Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar
bilirubin dalam darah yang kadar nilainya lebih dari normal (Suriadi, 2001).
Hiperbilirubin adalah suatu keadaan
dimana kadar bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi
untuk menimbulkan kern icterus kalau tidak ditanggani dengan baik atau
mempunyai hubungan dangan keadaan yang patologis. Brown menetapkan hiperbilirubin
bila kadar bilirubin mencapai 12 mg% pada cukup bulan dan 15 mg% pada bayi
kurang bulan (Harison, et all, 2000).
Hiperbilirubin adalah istilah yang
dipakai untuk icterus neonatorum setelah ada hasil laboratorium yang menunjukan
peningkatan kadar serum bilirubin (Iyan, 2009).
Hiperbilirubinemia adalah suatu keadaan
dimana kadar bilirubin mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi menimbulkan
kern ikterik bila tidak ditanggulangi dengan baik (Prawirohardjo, 2005).
2.
Etiologi
Menurut
Haws Paulette (2007) penyebab hiperbilirubin yaitu :
1.
Hemolysis pada inkompatibilitas yang
terjadi bila terdapat ketidaksesuaian golongan darah ibu dan anak pada golongan
rhesus dan ABO.
2.
Gangguan konjugasi bilirubin.
3.
Rusaknya sel-sel hepar, obstruksi hepar.
4.
Pembentukan bilirubin yang berlebihan.
5.
Keracunan obat (hemolysis kimia :
salsilat, kortiko steroid, kloramfenikol).
6.
Bayi dari ibu diabetes, jaundice ASI.
7.
Penyakit hemolitik yaitu meningkatnya
kecepatan pemecahan sel darah merah. Disebut juga icterus hemolitik.
8.
Gangguan transportasi akibat penurunan
kapasitas pengangkutan , misalnya hiperbilirubin atau karena pengaruh
obat-obatan.
9.
Bayi imatur, hipoksia, BBLR dan kelainan
system syaraf pusat akibat trauma atau infeksi.
10. Gangguan
fungsi hati (infeksi) yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksin
yang dapat langsung merusak sel hati dan sel darah merah seperti : infeksi
toxoplasma, shypilis.
3.
Anatomi
Fisiologi
a.
Gambar anatomi hepar
Hati adalah organ yang terbesar yang
terletak disebelah kanan atas rongga perut dibawah diafragma. Beratnya 1.500 gr
atau 2,5% dari berat badan orang dewasa normal. Pada kondisi hidup berwarna
merah tua karena kaya akan persendian darah. Hati terbagi menjadi lobus kiri
dan lobus kanan yang dipisahkan oleh ligamentum falciforme. Lobus kanan yang
lebih besar dari lobus kirinya dan mempunyai tiga bagian utama yaitu lobus
kanan atas, lobus caudatus dan lobus quadrates (Price & Wilson, 2005).
Hati
disuplai oleh pembuluh darah,yaitu :
1.
Vena porta hepatica yang berasal dari
lambung dan usus yang kaya akan nutrient seperti asam amino, monosakarida,
vitamin yang larut dalam air dan mineral.
2.
Arteri hepatica cabang dari arteri
kuliaka yang kaya akan oksigen.
b.
Fungsi hati
1.
Mengubah zat makanan yang di absorbsi
dari usus dan yang disimpan dari suatu tempa dalam tubuh dikeluarkan sesuai
dengan pemakaiannya.
2.
Mengubah zat buangan dan bahan racun
untuk diekskresikan dalam empedu dan urine.
3.
Menghasilkan enzim glikolik glukosa
menjadi glukogen.
4.
Sekresi empedu, garam empedu dibuat
dihati dibentuk dalam retikulo endulium dialirkan ke empedu
5.
Untuk menyimpan berbagai zat seperti
mineral (Cu,Fe) serta vitamin yang larut dalam lemak (vitamin A,D,E,K) glikogen
dan berbagai racun yang tidak dapat dikeluarkan dalam tubuh (seperti
peptisida).
6.
Untuk fagositosis mikroorganisme,
eritrosit dan leukosit yang sudah tua dan rusak.
7.
Untuk pembentukan ureum, hati menerima
asam amino di ubah menjadi ureum, dikeluarkan dari darah oleh ginjal dalam
bentuk urine.
8.
Menyiapkan lemak untuk pemecahan
terakhir asam karbonat dan air.
4. Patofisologi
Terjadinya hiperbilirubin diantaranya
yaitu, hemolysis, rusaknya sel-sel hepar, gangguan konjugasi bilirubin. Setelah
pemecahan hemoglobin, bilirubin tak terkonjugasi akan mengalami gangguan dalam
hati dan tidak bisa mengikat bilirubin dan mengakibatkan peningkatan bilirubin
yang terkonjugasi dalam darah yang mengakibatkan warna kuning pucat pada kulit
(Haws Paulette S, 2007).
Bilirubin yang tak terkonjugasi
dalam hati tidak mampu diubah oleh enzim glukoronil transferase yang berfungsi
untuk merubah bilirubin tak terkonjugasi menjadi bilirubin konjugasi sehingga
bilirubin yang tak dapat diubah akan larut dalam lemak dan mengakibatkan
ikterik pada kulit. Bilirubin yang tak terkonjugasi tidak larut dalam air ini
tidak bisa diekskresikan dalam urine dan tidak terjadi bilirubinuria. Namun
demikian terjadi peningkatan pembentukan urobilinogen (akibat peningkatan
bilirubin terhadap hati dan peningkatan konjugasi serta ekskresi) yang selanjutnya
mengakibatkan peningkatan ekskresi dalam feses dan urine dan feses berwarna
gelap (Price, Sylvia Anderson, 2006).
Oleh sebab itu dengan semakin
banyaknya bilirubin yang larut dalam lemak akan memberikan dampak yang buruk
terhadap kerja hepar karna secara terus menerus melakukan transferase tanpa
adanya pembuangan melalui eliminasi, dan jika berlanjut akan menyebabkan
hepatomegaly yang mengakibatkan terjadinya rasa mual muntah, jadi dengan adanya
peningkatan bilirubin didalam darah maka akan menyebabkan terjadinya
hiperbilirubin. apabila bilirubin tak terkonjugasi melampaui 20 mg/dl maka akan
terjadi suatu keadaan yang disebut kernicterus jika tidak dengan segera maka
akan dapat mengakibatkan kejang , tonus otot kaku, spasme otot, reflek hisap
lemah (Price, Sylvia Anderson, 2006).
5.
Manifestasi
klinis
a.
Kulit jaundice (kuning)
b.
Sklera ikterik
c.
Peningkatan konsentrasi bilirubin serum
10 mg/dl pada neonatus yang cukup bulan dan 15 mg% pada neonatus yang kurang
bulan.
d.
Kehilangan berat badan sampai 5% selama
24 jam yang disebabkan oleh rendahnya intake kalori.
e.
Asfiksia
f.
Hipoksia
g.
Sindrom gangguan nafas
h.
Pemeriksaan abdomen terjadi bentuk perut
yang membuncit
i.
Feses berwarna seperti dempul dan
pemeriksaan neurologis dapat ditemukan adanya kejang
j.
Epistotonus (posisi tubuh bayi
melengkung)
k.
Terjadi pembesaran hati
l.
Tidak mau minum ASI
m.
Letargi
(AH Markum, 2002)
6.
Klasifikasi
Ada
2 macam icterus menurut (Vian Nanny Lia
Dewi, 2010) yaitu :
1.
Ikterus
fisiologi (direks)
a.
Timbul pada hari ke-2 atau ke 3
b.
kadar bilirubin serum pada bayi cukup bulan tidak lebih dari 10 mg/dl dan 12 mg/dl pada bayi kurang
bulan
c.
Peningkatan
kecepatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg/dl per hari
d.
Ikterus
hilang 10-14 hari
e.
Tidak
ada mempunyai hubungan dengan patologis
2.
Ikterus
patologis
a.
Ikterus
timbul dalam 24 jam pertama kehidupan
b.
Peningkatan
kadar bilirubin 5 mg/dl atau lebih dalam 24 jam
c.
Apabila
kadar bilirubin serum pada bayi cukup bulan tidak lebih dari 10 mg/dl dan 10
mg/dl pada bayi kurang bulan
d.
Ikterus
menetap setelah 2 minggu
e.
Mempunyai
hubungan dengan hemolitik
7. Penatalaksanaan
Penanganan hiperbilirubin pada bayi baru
lahir menurut Varney (2007), antara lain :
1.
Memenuhi kebutuhan atau nutrisi
a.
Beri minum sesuai kebutuhan, karena bayi
malas minum, berikan berulang-ulang, jika tidak mau menghisap dot berikan pakai
sendok. Jika tidak dapat habis berikan melalui sonde.
b.
Perhatikan frekuensi buang air besar,
mungkin susu tidak cocok (jika bukan ASI) mungkin perlu ganti susu.
2.
Mengenal gejala dini mencegah
meningkatnya ikterus
a.
Jika bayi terlihat mulai kuning, jemur
pada matahari pagi (sekitar pukul 1- 8 selama 30 menit)
b.
Periksa darah untuk bilirubin, jika
hasilnya masih dibawah7 mg% ulang esok harinya.
c.
Berikan banyak minum
d.
Perhatikan hasil darah bilirubin, jika hasilnya 7 mg%
lebih segara hubungi dokter, bayi perlu terapi
3.
Gangguan rasa aman dan nyaman akibat
pengobatan
a.
Mengusahakan agar bayi tidak kepanasan
atau kedinginan
b.
Memelihara kebersihan tempat tidur bayi
dan lngkungannya
c.
Mencegah terjadinya infeksi (
memperhatikan cara bekerja aseptik).
8. Komplikasi
a.
Bilirubin
encephalopathy (komplikasi serius).
b.
Kernikterus,
kerusakan neurologis, cerebral palsy, retardasi mental, hyperaktif, bicara
lambat, tidak ada koordinasi otot dan tangisan melengking.
(Suriadi & Rita
Yuliani, 2006)
9. Pemeriksaan
Diagnostik
Pemeriksaan pada bayi hiperbilirubin menurut Marilyn E.
Dongoes, 2001 yaitu :
a.
Tes
comb pada tali pusat bayi baru lahir : hasil positif tes comb indirek
menandakan adanya antibody Rh-positif, anti-A, atau anti-B dalam darah ibu.
Hasil positif dari tes comb direk menandakan adanya sentisisasi (Rh-positif,
anti-A, anti-B) sel darah merah dari neonatus.
b.
Golongan
darah bayi dan ibu : mengidentifikasi inkompatibilitas ABO.
c.
Bilirubin
total : kadar direk (terkonjugasi bermakna jika melebihi 1,1-1,5 mg/dl, yang
mungkin dihubungkan dengan sepsis. Kadar indirek (tak terkonjugasi) tidak boleh
melebihi peningkatan 5 mg/dl dalam 24 jam atau tidak boleh lebih dari 20 mg/dl
pada bayi yang cukup bulan atau 15 mg/dl pada bayi praterm (tergantung BB
bayi).
d.
Protein
serum total : kadar kurang dari 3,0 mg/dl menandakan penurunan kapasitas
ikatan, terutama pada bayi paterm.
e.
Hitung
darah lengkap : hemoglobin mungkin rendah (< 14 mg/dl) karena hemolisis. Hematokrit
mungkin meningkat (> 65%) pada polisitemia, penurunan (< 45%) dengan
hemolisis dan anemia berlebihan.
f.
Daya
ikat karbondioksida : penurunan kadar menunjukan hemolisis.
g.
Meter
ikterik transkutan : mengidentifikasi bayi yang memerlukan penentuan bilirubin
serum.
h.
Jumlah
retikulosit : peningkatan retikulosit menandakan peningkatan produksi sel darah
merah dalam respons terhadap hemolisis yang berkenaan dengan penyakit Rh.
i.
Smear
darah perifer : dapat menunjukan sel darah merah abnormal atau imatur, eritroblastosis
pada penyakit Rh atau sferositis pada inkompabilitas ABO.
j.
Pemeriksaan bilirubin serum merupakan baku emas penegakan
diagnosis ikterus neonatorum serta untuk menentukan perlunya intervensi lebih
lanjut.
k.
Ultrasonografi, digunakan
untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan ekstrahepatic.
l.
Biobsy
hati,
digunakan untuk memastikan
terutama untuk pada kasus yang sukar seperti diagnosa membedakan obstruksi
ekstrahepatic dengan intra hepatic selain itu juga untuk memastikan keadaan
seperti hepatitis, serosis hepatis dan hepatoma.
m.
Radioisotop
scan, digunakan untuk membantu membedakan hepatitis dan atresia billiari.
n.
Scanning
enzim G6PD untuk menunjukan adanya penurunan bilirubin.
BAB III
ASUHAN
KEPERAWATAN TEORITIS
1.
Pengkajian
a.
Identitas
meliputi
: nama, tempat/tanggal lahir, umur,jenis kelamin,anak-ke, BB/TB, alamat.
b.
Riwayat
kesehatan
1.
Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya
keadaan umum lemah , TTV tidak stabil
terutama suhu tubuh. Reflek hisap menurun, BB turun, pemeriksan tonus otot
(kejang/tremor). Hidrasi bayi mengalami penurunan, kulit tampak kunin, sclera
mata kuning, perubahan warna pada feses dan urine (Cecely Lynn Betz, 2009).
2.
Riwayat kesehatan keluarga
Kemungkinan
ibu dengan rhesus (-) atau golongan darah O dan anak yang mengalami neonatal
icterus yang dini, kemungkinan adanya erytrolastosisfetalis (Rh, ABO,
incompatibilitas lain golongan darah suspect sph). Ada saudara yang menderita
penyakit hemolitik bawaan atau icterus (Haws Paulettet, 2007).
3.
Riwayat kehamilan
a.
Ketuban pecah dini, kesukaran dengan
manipulasi berlebihan merupakan predisposisi terjadinya infeksi.
b.
Pemberian obat anastesi, analgesic yang
berlebihan akan mengakibatkan gangguan nafas (hypoksia), asidosis akan
menghambat konjugasi bilirubin.
c.
Bayi dengan APGAR score rendah
memungkinkan terjadinya (hypoksia), asodosis yang akan menghambat konjugasi
bilirubin
d.
Kelahiran premature berhubungan dengan
prematuritas organ tubuh hepar.
(Haws Paulette , 2007)
c.
Pemeriksaan
Fisik
1.
KU : biasanya lesu, biasanya letargi
coma
2.
TTV
TD
: -
N
: biasanya 120-160x/i
R
: biasanya 40x/i
S
: biasanya 36,5 – 37 ºC
3.
Kesadaran : biasanya apatis sampai koma.
4.
Kepala, mata dan leher
Kulit
kepala tidak terdapat bekas tindakan persalinan seperti : vakum atau terdapat
caput. Biasanya dijumpai ikterus mata (sclera) dan selaput mukosa pada mulut.
Dapat juga diidentifikasi icterus dengan melakukan tekanan langsung pada daerah
menonjol untuk bayi dengan kulit bersih (kuning) (Haws, Paulette S.Hasws,
2007).
5.
Hidung : biasanya tampak bersih
6.
Mulut : ada lendir atau tidak, ada
labiopalatoskisis atau tidak (Hidayat, 2009). Pada kasus mulut berwarna kuning
(Saifuddin, 2002).
7.
Telinga : biasanya tidak terdapat
serumen.
8.
Thorak : Biasanya selain ditemukan
tanpak icterus juga dapat ditemukan peningkatan frekuensi nafas. Biasanya
status kardiologi menunjukan adanya tachycardia, khususnya icterus disebabkan
oleh adanya infeksi.
9.
Abdomen : Biasanya perut buncit, muntah,
mencret merupakan akibat gannguan metabolism bilirubin enterohepatik.
10.
Urogenital : Biasanya feses yang pucat
seperti dempul atau kapur akibat gangguan hepar atau atresia saluran empedu.
11.
Ekstremitas : Biasanya tonus otot lemah.
12.
Integument : Biasanya tampak ikterik,
dehidrasi ditunjukan pada turgor tangan jelek, elastisitas menurun.
2.
Diagnosa
Keperawatan
Kemungkinan
diagnosa yang mungkin muncul pada klien hiperbilirubin yaitu :
a.
Hipertermia b/d paparan lingkungan panas
(efek fototerapi), dehidrasi.
b.
Resiko deficit volume cairan b/d
kehilangan aktif volume cairan (evaporasi).
c.
Resiko kerusakan integritas kulit b/d
pigmentasi (jaundice), hipertermi, perubahan turgor kulit, eritema.
d.
Resiko terjadi cedera b/d fototerapi
atau peningkatan kadar bilirubin.
3. Intervensi Keperawatan
NO.
|
Dx. Keperawatan
|
NOC
|
NIC
|
1.
|
Hipertermia
b/d paparan lingkungan panas(fototerapi).
|
Thermoregulasi
-
Suhu tubuh dalam rentang normal
-
nadi , RR dalam rentang normal
-
Tidak ada perubahan warna kulit.
|
-
Monitor suhu minimal tiap 2 jam.
-
Recanakan monitoring suhu secara kontinui
- Monitor warna dan suhu kulit
-
Monitor tanda-tanda hipertermia & hipotermi.
-
Monitor pola pernafasan abnormal.
-
Berikan anti piretik
-
tingkatkan sirkulasi udara
-
monitor sianosis perifer
|
|
Defisit
volume cairan b/d kehilangan aktif volume cairan (evaporasi).
|
Fluid
balance
Hydrarin
Nutritional
status : food and fluid intake.
-
Mempertahankan urine output
sesuai dengan BB, BJ urine normal, HT normal.
|
-
Timbang popok jika diperlukan
-
Pertahankn cacatan intake &
output yang akurat.
-
Monitor status hidrasi
(kelembaban membrane mukosa ,nadi adekuat)
-
Monitor vital sign
|
3.
|
Resiko
kerusakan integritas kulit b/d pigmentasi (jaundice) hipertermi, perubahan turgor
kulit, eritemia.
|
Tissue
integrity : skin and Mucous membrance
-
Suhu tubuh dalam rentang normal
36º C - 37º C.
-
Hidrasi dalam batas normal
-
Keutuhan kulit
-
Pigmentasi dalam batas normal.
|
-
hindari kerutan pada tempat
tidur.
-
jaga kebersihan kulit agar tetap
bersih dan kering.
-
Mobilisasi klien setiap 2 jam
sekali.
-
Monitor adanya kemerahan.
-
Oleskan lotin/baby oil pada
daerah yang tertekan.
-
Mandikan dengan air hangat.
|
4.
|
Resiko
terjadi cedera b/d fototerapi atau peningkatan kadar bilirubin.
|
Risk
control
-
Tidak ada iritas mata
-
Tidak ada tanda-tanda dehidrasi
-
Suhu stabil
-
Tidak terjadi kerusakan kulit.
|
-
Letakkan bayi dekat cahaya.
-
Tutup mata dengan kain yang dapat
menyerap cahaya
-
Matikan lampu dan buka penutup
mata bayi setiap 8 jam, lakukan inspeksi warna sclera.
-
Buk penutup matawaktu memberi
makanan.
-
Ajak bayi bicara selama
perawatan.
|
4.Implementasi dan Evaluasi
No.
|
Dx.
Keperawatan
|
Implementasi
|
Evaluasi
|
Ttd
|
1.
|
Hipertermia
b/d paparan lingkungan panas(fototerapi).
|
- Memonitor suhu minimal tiap 2 jam.
- Memonitor warna dan suhu kulit
-
Memonitor tanda-tanda hipertermia & hipotermi.
-
Memonitor pola pernafasan abnormal.
-
Memberikan anti piretik
-
Mentingkatkan sirkulasi udara
-
Memonitor sianosis perifer
|
S
:
-Keluarga mengatakan kulit klien
tampak kering dan memerah.
O
:
-Kulit bayi tampak kering dan memerah.
A
:
-Masalah belum teratasi
P
:
-Intervensi dilanjutkan.
|
|
2.
|
Resiko
deficit volume cairan b/d kehilangan aktif volume cairan (evaporasi).
|
1.Mempertahankan
cacatan intke dan output yang akurat.
2.
memonitor status hidrasi (kelembapan membrane mukosa).
3.
Memonitor masukan cairan.
4. Memantau turgor kulit
5.
Memonitor BB bayi
|
S
: -Ibu mengatakan anaknya di fototerapi.
- ibu mengatakan anaknya mulai mau
menyusu.
O
:
-Turgor kult bayi tampak jelek.
- tampak membrane mukosa bayi kering.
- Bayi mendapatkan ASI
A
:
-Masalah belum teratasi
P
:
-Intervensi dilanjutkan
|
|
3.
|
Resiko
kerusakan integritas kulit b/d pigmentasi (jaundice), hipertermi, perubahan
turgor kulit.
|
1.Memakaikan
pakaian yang longgar
2.
Hindari kerutan pada tempat tidur.
3.
Menjaga kebersihan kulit agar tetap bersih.
4.
Memonitor kulit adanya kemerahan.
5.
Mengoleskan baby oil pada daerah yang tertekan.
6.
Memandikan bayi dengan air hangat.
|
S
:
-Keluarga pasien mangatakan tubuh
pasien masih menguning.
O
:
-turgor kulit bayi tampak jelek
- Bayi tampak menguning
A
:
-Masalah belum teratasi
P
:
-Intervensi dilanjutkan
|
|
4.
|
Resiko
terjadinya cidera b/d fototerapi (peningkatan kadar bilirubin).
|
1.Mengkaji
hiperbilirubin 1x 4 jam.
2.
Memberikan fototerapi.
3.
Meletakkan bayi dekat sumber cahaya
4.
Menutup mata dengan kain yang menyerap cahaya.
5.
Mematikan lampu dan buka penutup mata bayi setiap 8 jam
|
S
:
-keluarga mengtakan bagian tubuh
pasien bertambah kuning.
O
:
-Sclera tampak ikterik
-Total bilirubin 23,81 mg/dl.
A
:
-Masalah belum teratasi
P
:
-Intervensi dilanjutkan.
|
|
boleh minta daftar pustakanya untuk referensi, terimakasih
BalasHapus